Halo, teman-teman! Kalau kamu buka X akhir-akhir ini, pasti nggak asing sama hashtag #TolakRUUTNI dan #TolakRevisiUUTNI yang lagi ramai banget. Emang apa sih yang bikin warganet Indonesia sampai heboh dan kompak banget nyanyi “tolak” di linimasa? Yuk, kita kupas bareng latar belakangnya dengan gaya santai, biar nggak pusing tapi tetap paham!
Jadi gini, ceritanya berawal dari rencana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang lagi dibahas sama DPR dan pemerintah. Nah, biasanya revisi UU itu kan emang hal biasa buat nyempurnain aturan, tapi kali ini kok rasanya beda. Banyak yang curiga, ini revisi bau-bau “balik ke masa lalu”, tepatnya ke era dwi fungsi ABRI zaman Orde Baru. Dwi fungsi ini maksudnya TNI nggak cuma jadi tentara yang jaga pertahanan negara, tapi juga bisa pegang jabatan sipil. Bayangin, tentara yang biasanya pegang senjata, sekarang bisa pegang kursi di kantor pemerintahan. Keren atau serem? Tergantung sudut pandang sih, tapi buat sebagian besar warganet, ini bikin bulu kuduk berdiri.
Terus, yang bikin tambah panas, proses pembahasannya tuh dikritik banget. Katanya sih, DPR dan pemerintah kok malah ngumpul di hotel mewah buat bahas ini, padahal negara lagi ngomongin efisiensi. Rakyat pada nanya, “Lho, katanya hemat-hemat, kok malah rapat di tempat fancy?” Belum lagi, pembahasannya dilakukan di akhir pekan, cepet banget kayak buru-buru pengen golin revisi ini. Warganet langsung mikir, “Eh, ini ada apa sih? Kok kayak buru-buru banget?” Makanya, muncul dugaan ada “hidden agenda” di balik semua ini.
Nah, dari situ, hashtag #TolakRUUTNI dan #TolakRevisiUUTNI mulai bermunculan di X. Banyak yang khawatir kalau revisi ini bakal ngasih kekuatan lebih ke TNI, bahkan bikin mereka kebal hukum dalam beberapa hal. Misalnya, ada wacana jaksa cuma bisa ditangkap kalau ada izin Jaksa Agung, atau TNI bisa masuk ke ranah sipil tanpa batasan jelas. Buat rakyat yang udah capek sama ketidakadilan, ini kayak alarm bahaya. Mereka takut kedaulatan rakyat yang katanya dijunjung tinggi di demokrasi, malah dilupain gitu aja sama eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang seolah-olah “bersekongkol”.
Sentimen di X juga makin memanas karena banyak aktivis dan organisasi kayak KontraS ikut bersuara. Mereka bilang, kalau revisi ini dipaksain, bisa jadi bencana buat demokrasi Indonesia. Rakyat yang lagi susah, eh malah disuguhin kebijakan yang bikin mereka makin takut sama kekuasaan. Makanya, hashtag ini nggak cuma jadi ajakan buat nolak revisi, tapi juga seruan buat ngingetin pemerintah: “Hei, kita masih punya suara, loh!”
Intinya, tren #TolakRUUTNI dan #TolakRevisiUUTNI ini lahir dari keresahan kolektif. Rakyat nggak mau demokrasi yang udah susah payah dibangun, tiba-tiba ambruk gara-gara aturan yang nggak jelas juntrungannya. Jadi, wajar banget kalau linimasa X rame banget sama tagar ini. Kamu sendiri gimana? Ikutan gerah nggak sama isu ini?
0 Komentar